Jumat, 12 Agustus 2011

TANAH TANJUNG (Perjuangan Pangeran Kuning Melawan Kolonialisme)

Peristiwa Tanah Tanjung merupakan sebuah tempat yang sangat berharga pada pusat pemerintahan di kerajaan Sintang. Akibat dari masuknya pemerintah Belanda yang menjadikan Tanah Tanjung sebagai tempat mendirikan benteng pertahanan, dari itu mulainya sejarah perjuangan Pangeran Kuning yang selalu membela kebenaran dan keadilan. Pangeran Kuning adalah seorang yang bijaksana serta tepat menjadi pemimpin dan tidak benar jika memandang pangeran ini sebagai seorang pemberontak. Keteguhan dan keberanian rupanya sangat membantu perjuangannya melawan kolonialisme dan akhirnya membuahkan hasil. Prinsip yang dipegang teguh oleh Pangeran Kuning adalah seorang yang budi pekertinya jujur, menepati janji dan seorang pangeran yang meduduki posisi sebagai wazir II di kerajaan Sintang pada masa pemerintahan Pangeran Adipati Surya Negara Muhammad Djamaluddin sebagai raja. Ketokohan Pangeran Kuning bukan saja memiliki pengetahuan mendalam tentang seluk-beluk hukum agama tetapi sangat terampil pula dalam hukum Adat.
Seperti yang sudah dikatakan diatas, bahwa Pangeran Kuning adalah seorang pahlawan besar, yang sejak didalam pemerintahan kerajaan Sintang sebagai orang yang tidak menerima kehadiran kolonial Belanda di Sintang sudah diakui, baik oleh rakyat Sintang sendiri, maupun oleh musuh-musuh (kolonial Belanda). Kenyataan ini dapat dibuktikan pada perlawanan-perlawanan beliau. Sejak Pangeran Kuning meninggalkan istana untuk melawan kolonial Belanda. Dengan demikian, tentulah beliau tidak akan bisa melupakan tentang kejadian-kejadian yang menyebabkan politik pemerintah di kerajaan Sintang diambil alih pemerintah kolonial Belanda.
Perang perlawanan terhadap kolonial yang dilakukan oleh laskar perlawanan di wilayah Sintang dibawah pimpinan Pangeran Kuning berlangsung ± 35 tahun (1822-1857). Bukti-bukti peninggalan sejarah sebagian besar telah musnah, para pelaku sejarah sudah kembali kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang tersisa hanyalah catatan (manuscrips) dan tempat bersejarah sebagai saksi bisu yang mampu mengungkapkan peristiwa perlawanan ke permukaan yang patriotik dan heroik pada zamannya. Tentang perlawanan dimaksudkan itu, pihak kolonial Belanda sendiri telah mengakuinya sebagaimana termuat di dalam laporannya: pertama, Historische Aanteekeningen, Jaar 1889”, kedua,Chronologish-Ta Bellarisch Overz Icht Gesciedenis Garniz Oens-Bataljon De Westera Deeling Van Borneo. (Opgericht Ingevolge Gouvts. Besluit ddo. 8 Mei 1856) No. 10 (Kon. Nesluit dd. 2 Augustus 1853 Letter E.14). Mutaties, Veldtochten. Uitstekende Daden, Byzondere Verrichtingen En Ontvangen Beloeningan”.

Dengan adanya pengakuan dari pemerintah kolonial Belanda tersebut, berarti ada bukti tertulis yang tak terbantahkan tentang kebenaran, keberadaan dan keabsahan perang melawan kolonialisme Belanda di wilayah Sintang. Disamping itu memang tidak ada pemberontakan lain sebagai aksi perlawanan yang dimaksud yang terjadi pada kurun waktu dari tahun 1822 (saat pemerintah kolonial Belanda tiba di Sintang), dan pada tahun 1825 meletuslah gerakan perlawanan pertama kalinya yang dipimpin oleh Pangeran Kuning di Sintang yang pada akhirnya sampai beliau wafat ditahun 1857 perang terus berkecamuk, sehingga keputusan Gubernur Jendral Belanda dengan mengeluarkan pernyataan bahwa bagian Sintang pada tanggal 20 Desember 1856 berada dalam keadaan Perang (Darurat). Setelah beliau wafat aksi perlawanan tetap semarak, berkobar, dan berlanjut.

2 komentar:

  1. Kl tdk salah buku itu ada juga memuat tentang perlawanan pangeran kuning bersama pangeran laksamana van sepauk saran aja kl cerita jangan setengah2

    BalasHapus
  2. Tapi sangat bagus menambah wawasan buat kami....
    sbagai warga sintang sya suka postingan anda.

    BalasHapus