Minggu, 14 Agustus 2011

Pangeran Kuning dan Perang Tebidah

Pangeran Kuning adalah seorang tokoh pejuang yang gigih menentang penjajah Belanda di wilayah kerajaan Sintang Kalbar. Ia lahir pada 1759 Masehi. Ayahnya, Raden Machmud seorang pembesar di Kerajaan Sintang yang menjabat sebagai Mangkubumi dengan gelar Mangku Negara II.
Raden Machmud adalah saudara dari Raja Sintang yakni Sultan Adi Abdul Rasyid Muhammad Jalaluddin. Mereka berdua adalah anak dari Sultan Abdurrahman Muhammad Jalaluddin, Raja Sintang sebelum Sultan Adi Abdul Rasyid yang meninggal dunia dan digantikan putra sulungnya, Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Pangeran Ratu Ahmad Qamaruddin didampingi oleh Mangkubumi Pangeran Ratu Idris Kesuma Negara yang merupakan saudara dari Pangeran Kuning. 
Pangeran Kuning merupakan anak pertama dari enam bersaudara antara lain Pangeran Ratu Idris, Pangeran Rija (Aria), Pangeran Anom, Adi Tjoeit dan Adi Boesoe. Sejak kecil, ia menimba ilmu silat dan agama dari Rajo Dangki, seorang mubalig asal Sumatra Barat yang menyebarkan agama Islam di wilayah Kerajaan Sintang.
Didikan dan tempaan Rajo Dangki membuat Pangeran Kuning dikenal sebagai sosok yang berani, ulet, jujur dan mempunyai kepribadian. Pangeran Kuning menikah dan dikaruniai 3 orang anak. Salah seorang anaknya bernama Abang Arip yang mempunyai gelar Pangeran Muda.
Pangeran Muda sebagai anak dari Pangeran Kuning pernah ditugaskan oleh Sultan Ahmad Qamaruddin untuk memimpin daerah Ketungau sebagai penjaga keamanan dan pemungut pajak penduduk guna kepentingan kerajaan Sintang.
Pangeran Kuning tidak menyetujui kebijakan Sultan Ahmad Qamaruddin yang mau bekerja sama dengan Belanda. Pangeran Kuning pun memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pejabat di Kerajaan Sintang.
Walaupun telah mengundurkan diri, namun ia tetap peduli dengan nasib kerajaan dan rakyatnya. Ia bersama-sama saudaranya, yaitu Pangeran Aria dan Pangeran Anom menyusun kekuatan untuk menghadapi Belanda di wilayah Kerajaan Sintang. Tindakan Pangeran Kuning dan saudaranya tersebut membuat hubungan antara Pangeran Kuning dan Sultan Ahmad Qamaruddin menjadi tidak harmonis dan menimbulkan rasa saling curiga di antara mereka.
Di satu sisi, Pangeran Kuning menentang kehadiran Belanda, sedangkan di sisi lain Sultan Ahmad Qamaruddin menerima kehadiran Belanda di wilayah kerajaan Sintang.
Kedatangan Belanda di kerajaan Sintang terjadi pada masa pemerintahan Raja Sintang ke-22 yaitu masa pemerintahan Sultan Ahmad Qamaruddin. Kedatangan Belanda tersebut mendapat perhatian dari beberapa pejabat dan penguasa kerajaan Sintang termasuk dari Sultan Ahmad Qamaruddin.
Kehadiran Belanda secara resmi di wilayah ini setelah Kerajaan Sintang dan Belanda mengadakan perjanjian/kontrak. Dalam perjanjian yang dibuat, pada mulanya Belanda mau mematuhi segala isi peraturan yang telah disepakati. Tetapi, lama-kelamaan Belanda dengan menggunakan akal liciknya mengelabui penguasa dan rakyat kerajaan Sintang. Sampai akhirnya, Belanda mampu menggeser kedudukan Raja Sintang yang semula sebagai penguasa berubah kekuasaannya menjadi di bawah kekuasaan Belanda.
Sebagai contoh, pada 1822 Masehi, Belanda melakukan tipu muslihat dengan meminta izin kepada Sultan Ahmad Qamaruddin untuk memberikan perluasan tanah bagi Belanda di Kampung Tanjung Sari. Tetapi kenyataannya tanah yang diminta Belanda tersebut sangat luas dan akan dipergunakan untuk mendirikan loji atau benteng pertahanan Belanda. Sikap dan perbuatan Belanda tersebut membuat beberapa Pangeran di Kerajaan Sintang menjadi marah, di antaranya adalah Pangeran Kuning, Pangeran Anom dan Pangeran Muda.
Pangeran Kuning beserta Pangeran lainnya kemudian mendatangi Sultan Ahmad Qamaruddin untuk menyampaikan pendapat agar Sultan Ahmad Qamaruddin menolak memberikan izin kepada Belanda memperluas tanah guna mendirikan benteng pertahanan. Akibat perbedaan pendapat soal ini, maka timbullah perpecahan dan perselisihan di antara keluarga kerajaan Sintang.  
Pangeran Kuning merupakan sosok tokoh yang patut diteladani. Dalam pemikiran dan tindakannya selalu menentang segala sesuatu yang sifatnya sepihak dan hanya menguntungkan diri sendiri. Ia juga menentang tindakan yang tak memerhatikan rasa keadilan pihak lain.
Hal itu ditunjukkannya saat menentang perjanjian kerja sama antara Raja Sintang dan Belanda. Ia menganggap isi perjanjian banyak merugikan Kerajaan Sintang. Pada gilirannya akan membuat rakyat sengsara. Karena sikapnya itu, ia rela menerima tuduhan sebagai pemberontak yang menghalangi setiap kebijakan yang dikeluarkan penguasa kerajaan dan Belanda.
Pangeran Kuning kemudian berjuang bersama-sama pengikutnya di hutan dan sepanjang sungai di daerah Kayan. Perlawanannya ditunjukkan dengan peristiwa perang Tebidah pada 1856 sampai 1860 Masehi.
Pada 1857, Pangeran Kuning wafat karena sakit dalam usia 98 tahun. Sebagai tanda penghormatan kepada beliau, Pangeran Kuning dimakamkan di tempat terakhirnya ia berada, yaitu di lokasi markas pertahanan Pangeran Kuning dan pengikutnya di daerah Sedaga, Kayan Hulu.
Setelah Pangeran Kuning wafat, perlawanan rakyat kerajaan Sintang terhadap Belanda dilakukan di bawah pimpinan Pangeran Muda dan Pangeran Anom. Namun pada 1860 Masehi, Pangeran Muda meninggal dunia dan perjuangan melawan Belanda tetap diteruskan di bawah pimpinan Pangeran lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar